Kamis, 18 Desember 2014

[Review] Pendekar Tongkat Emas


Film ini adalah salah satu film yg saya tunggu kemunculannya dari dulu.
Betapa tidak, film ini mempertemukan 2 aktor Indonesia favorit saya, yaitu Nicholas Saputra dan Reza Rahadian. Apalagi ditambah dengan tangan dingin Mira Lesmana dan Ifa Isfansyah.

Awal mula film ini dibuka dengan narasi dari Cempaka (Christine Hakim) yg menceritakan bahwa dunia persilatan saat ini dalam masa kegelapan. Dunia persilatan menurutnya seperti berada dalam sebuah gua, kemanapun kita melangkah yg ditemukan hanyalah kegelapan.
Dan butuh setitik cahaya untuk menuntunnya keluar dari kegelapan itu.
Cerita dimulai ketika Cempaka ingin  mewariskan Tongkat Emas ke salah satu diantara ketiga muridnya, yang dia sebut juga sebagai "dosa besar".
Dara (Eva Celia), murid paling muda. Gerhana (Tara Basro), murid yg terlihat cukup ambisius. Biru (Reza Rahadian), murid yg paling kuat diantara ketiganya. Angin (Ariah Kusumah), salah satu murid andalannya yg juga mambantunya dalam pemulihan.
Tongkat Emas inilah yg membawa ketiga murid Cempaka untuk bertarung satu sama lain. Ya, untuk memperebutkannya.
Dan pertarungan ini membawa Elang (Nicholas Saputra) terpaksa memilih untuk ikut andil didalamnya. Elang digambarkan sebagai sosok yg misterius, sosok yg tak begitu dibahas latar belakangnya, tapi memiliki andil besar dalam cerita ini.

Jujur meskipun antusias menunggu film ini, saya sempat sedikit takut kalau nantinya saya akan membanding-bandingkan film ini dengan Rurouni Kenshin dalam segi action.
Tapi Mira Lesmana membuang ketakutan saya, dan menggantinya dengan decak kagum. This movie is beyond my expectation!! Memang pada awal film masih sedikit terlihat tidak luwes, dan kuarng berani menampilkan seluruh tubuh. Tapi, overall saya puas! Action silat yg ditampilkan begitu memukau. Membuat mata saya terpana akan keelokan sekaligus kegagahan seni pencak silat. Memperlihatkan kalau pencak silat itu memadukan keindahan dan kelentikan gerakan sekaligus kekuatan penggunanya.
Dan, Mira Lesmana berhasil membawa pencak silat membawa ke panggung perak ini.

Film ini juga memanjakan kita pada pemandangan padang rumput Sumba yg indah, pemandangan dari tanah Timur yang masih asri. Give an applause for cinematography team!
Scoring yg dimainkan ditengah-tengah film juga memanjakan telinga saya. Saya selalu suka musik gubahan Erwin Gutawa.

Kalau boleh sedikit berkomentar pada awal film saya merasa film ini minim dialog. Sehingga kadang emosi yg terbentuk kurang. Tapi mendekati pertengahan film, saat Dara tahu siapa Elang sebenarnya penonton mulai bisa mengikuti alur cerita. Emosi yg disampaikan Dara, Elang, Gerhana, dan Biru mulai bisa dirasakan.
Dari segi akting, ini pertama kali saya melihat akting Eva Celia. Dan Eva membuktikan kalau dia pantas masuk dalam jajaran aktris muda terbaik di generasinya. Perubahan sosok Dara yg dari awal terlihat polos, biasa aja menjadi Dara yg ingin menjadi kuat, Dara yg percaya akan kekuatan terpendamnya diperankan Eva Celia dengan sangat baik.
Tara Basro, meskipun sudah cukup banyak film yg dia mainkan, saya masih asing melihat sosoknya disini. Tapi saya harus berdecak kagum padanya. Ekspresi wajahnya yg ambisius  dan menyimpan sesuatu yg tak mau diusik oleh siapapun terlihat menakutkan bagi saya.
Dan, 2 aktor favorit saya ini tak perlu diragukan lagi.
Elang yg misterius, tak ingin disentuh masa lalunya, bertekad kuat, dan berani menghadapi tantangan dimainkan begitu apik oleh Nicholas Saputra.
And last but not least Reza Rahadian sukses memerankan tokoh yg terlihat bersahaja tapi ternyata bengis dan menyimpan ambisi yg besar.
Oiya jangan lupakan Christine Hakim. Narasi yg dituturkannya pada pembuka film membuat saya merinding. Suaranya terdengar penuh sesal, tapi juga menyimpan harap.


Overall film ini membuat saya puas! Puas maksimal!
Pesan yg disampaikan juga masuk, yaitu untuk menjadi kuat bukan hanya kekuatan yg diperlukan tapi juga kemurnian hati. Kegelapan hati hanya akan membuat kita lemah.
Terima kasih Mira Lesmana sudah memanjakan kami dengan tontonan yg ciamik.
Terima kasih telah memenuhi mimpimu untuk membuat film silat, yg notabene berimbas pada kepuasan kami.
Semoga film Indonesia semakin berjaya di rumahnya sendiri :)





*a lil bit selfie for this mmovie :p

Kamis, 11 Desember 2014

[RESENSI] Hujan Matahari - Kurniawan Gunadi








"Ini buku orang introvert". Itulah kesan pertama saya setelah membolak-balik beberapa halaman pertama buku ini.
Sebagai orang introvert saya merasa memiliki pandangan yg sama dalam beberapa hal. Padahal bisa dibilang saya baru membaca tak lebih dari seperlima buku ini.

Buku ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Gerimis, Hujan, dan Reda
Pada bagian pertama, Gerimis, saya menemukan beberapa tulisan yg tidak asing lagi. Ya, sebagai pengikut tumblr penulis saya cukup intens membaca tulisan-tulisan penulis.
Pada bagian ini cerita yg disuguhkan serasa ringan dan serasa dekat dengan keseharian kita. Seperti yg saya ungkap di awal tadi, mungkin karena sesama "introvert".
Ringan karena banyak tulisan yg memuat tentang percakapan, tentang hal yg kita alami sehari-hari.
Dan beberapa kutipan favorit saya

Percayalah, di dunia ini hampir semua orang memakai topeng. Termasuk kamu, untungnya aku tidak mudah percaya dengan topengmu.
Hujan tidak pernah tahu dimana ia jatuh. Maka beruntunglah hujan yg jatuh di tempat yg tepat. Di tempat yg sedang membutuhkan hujan. Aku adalah tempat itu dan kamu adalah hujan."
Pada bagian pertama ini saya menyebutnya "mengenal". Penulis seakan memberi kesempatan pembaca untuk mengenal dirinya lewat tulisan-tulisannya yg ringan.

Pada bagian kedua tulisan yg disuguhkan mulai terasa "agak berat". Pada bagian ini kita seakan dapat melihat dunia dibalik kacamata penulis.
Pembaca diajak untuk membuka diri. Membuka diri kita  untuk melihat dunia lewat sudut pandang lain, sudut pandang penulis.
Beberapa kutipan favorit saya :
Memahami adalah sebuah proses penerimaan.
Akan selalu ada orang yg tidak menyukai kehadiran kita. Namun, percayalah bahwa selalu ada orang yg mengharapkan keberadan kita. Menanti dengan harapan. Dan kita tidak perlu datang untuk orang-orang yg benci. Tidak usah pedulikan. Sebab, kita datang untuk orang yg benar-benar mengharapkan kita. Bukan tentang siapa kita, tapi menyadari bagaimana kita ternyata begitu berharga bagi orang lain."

Untuk bagian ketiga berupa tulisan-tulisan pendek.
Beberapa tulisan favorit saya adalah Karena Apa?, Ada di Langit, Maukah Kau Mencoba Menjadi Angin.

Keseluruhan buku ini menceritakan tentang hubungan. Hubungan dengan "seseorang" yg kita harapkan untuk dipertemukan oleh-Nya. Dan percayalah setelah membaca buku ini Anda tak akan merasa "galau". Justru merasa yakin dan mantap untuk memperbaiki diri.

Jujur buku ini saya baca dengan kecepatan yg "agak ngebut". Setelah menyandang status sebagai pekerja kantoran, saya jadi punya sedikit waktu luang di hari biasa. Dalam sehari mungkin kalau sedang ingin membaca saya lakukan di malam hari, setelah pulang kantor. Itupun kalau tidak mengantuk atau sedang tidak ingin nonton film.
Tapi buku ini lain. Buku ini memaksa saya untuk sengaja memberikan jeda pada rutinitas saya. Sebelum memulai bekerja dan waktu istirahatlah yg saya gunakan untuk membaca buku ini. Hal yg jarang saya lakukan.
Saya seakan tak mau ketinggalan untuk menyelesaikan lembar per lembar dari buku ini.
Selama ini hanya segelintir buku yg saya baca ngebut. Kala Kali dan Life Traveler dari Windy Ariestanty, Sang Penjaga Waktu dan Selasa Bersama Morrie dari Mitch Albom, Perahu Kertas karya Dewi Lestari, dan Sabtu Bersama Bapak karya Adhitia Mulya adalah contohnya.
Saya seakan tidak rela untuk memberikan jeda ketika tenggelam dalam tulisan di buku-buku tersebut. Ya, seperti sekarang ini.

Kalau boleh menarik kesimpulan, mungkin yg saya suka adalah gaya tulisannya.
Buku favorit, pasti Anda punya. Tapi, penulis favorit?
Dapatkah Anda menyebutkan nama penulis favorit Anda?
Penulis yg karyanya selalu Anda tunggu.
Penulis yg gaya tulisannya begitu membuat Anda jatuh cinta.
Windy Ariestanty dan Mitch Albom adalah penulis favorit saya sejauh ini. Saya selalu suka gaya tulisannya, cara dia menceritakan sesuatu.
Mungkin, Kurniawan Gunadi ini bakal menjadi penulis favorit saya yg ketiga.
:)

Rabu, 12 November 2014

Realize

The harddest thing is to realize
The saddest thing is to realize
The most unpleasent feeling is to realize
The most unacceptance feeling is to realize
But..
Somehow the best thing come up when you have already realized

Hidup di Jakarta

Hidup di Jakarta memberi saya kesempatan untuk bepergian dengan berbagai macam transportasi
Sebut saja kopaja, trans jakarta, taksi, mikrolet, metromini, bajaj, ojek.
Kalau di Surabaya?
Jangan tanya
Terkahir saya naik angkutan umum itu waktu SMA
Setelah itu?
Tak sedikitpun saya terlepas dari si biru (baca:sepeda motor) heheheh
Hidup di Jakarta menyadarkan saya akan satu hal
Saya lebih suka menggunakan taksi sebagai alat transportasi dibanding yang lainnya
Terlepas dari harga, tentu saja
Taksi seakan memberimu ruang
Ruang untuk menyendiri
Untuk dirimu sendiri
Ruang untuk bebas
Bebas mengamati sekelilingmu
Bebas berbicara pada diri sendiri tentang apa yg telah kau lakukan
Ataupun, yang mungkin akan kau lakukan
Dan,.hidup di Jakarta bisa membuatmu menajamkan indera pendegaranmu, mengasah lisanmu, dan memperkuat dirimu.

Forget

People will forget about you, naturally
Even if they don’t, memory will

Judge

Judging is like a trap
Once you fall into it, you can never see something with another point of view

Macet

Hidup di Jakarta membuatku mulai terbiasa dengan kemacetan.

Yah macet. Kau pasti heran. 

Macet bagi warga jakarta sudah bagai teman, rekan, sejawat, atau apalah itu. 

Macet bagi pendatang baru bagai musibah. 

Macet bagiku? Jelas sebuah musibah. 

Menunggu bagiku adalah sebuah petaka. 
Yang kuharap bisa kuputar waktu lebih cepat tuk menghindarinya.

Tapi, terkadang aku seakan mulai menikmati kemacetan.
Ya, kau tak salah dengar. 

Kadang dalam kemacetan aku merasa sekelilingku menjadi hening. 

Dan kau tahu, aku penikmat keheningan. 

Aku suka merasakan diriku di tengah keheningan.

Begitu juga dengan orang di sekelilingku. 

Mereka seperti berada dalam dunianya sendiri.

Bermain smartphone, melamun, menikmati nyanyian pengamen, membaca, dan berbagai kegiatan utk mengisi waktu di kemacetan. 

Dan, yah, mungkin, kami, warga ataupun pendatang jakarta, mulai menikmati kemacetan itu sendiri.

*dapat tantangan menulis prosa pendek dari seorang teman, yang berujung jadi prosa tak pendek, dan diramu dengan berbagai tambahan didalamnya.

Karaoke




Kau suka karaoke?
Kalau aku suka
Suka sekali
Tapi kalau kau pikir suaraku bagus dan enak, kau salah besar
Aku suka menyanyi
Menyanyi semauku
Hahahahah

Bagiku orang yg suka karaoke adalah penikmat musik
Dimana dalam kesehariannya tak lepas dari musik
Saat bekerja, saat bersantai, saat bersiap diri, atau bahkan menjelang tidur
Dan itulah aku
Bagiku penikmat musik dibagi menjadi 2 tipe
Tipe penyuka lirik dan tipe penyuka musik
Dan aku adalah tipe kedua

Ya, aku bukan tipe yg suka lagu karena lirik
Kau tahu kan, ada beberapa tipe orang seperti itu
Saat mereka tahu ada lagu baru langsung mencari liriknya
Langsung bersenandung sambil mengamati lirik agar bisa mengikuti sang penyanyi asli
Tapi aku bukan
Aku lebih menikmati lagu dari musik, dari melodinya
Bahkan tak jarang aku suka lagu karena opening lagu itu menarik perhatianku
Dan, bagiku bagian terpenting dari sebuah lagu adalah musiknya, melodinya, nadanya

Kalau aku hafal lirik sebuah lagu itu karena 2 kemungkinan
1. Aku sudah mendengarkan lagu itu berulang-ulang, bahkan sampai hafal beberapa part lirik lagu itu. Lalu aku berencana untuk menyempurnakannya dengan membaca lirik aslinya
2. Karena aku mau karaoke, jadi kusiapkan list lagu yg ingin kunyanyikan, dan kucari liriknya sampai hafal hahaha

Tapi, karaoke membuatku lebih mengapresiasi lirik sebuah lagu
Kadang saat karaoke aku lebih memaknai lagu itu dibanding ketika mendengarkannya selama ini
Bahkan tak jarang saat yg lain dengan fasihnya menyanyikan lagu dengan lirik di luar kepala, aku hanya diam
Diam sambil membaca kata per kata lirik lagu tersebut
Dan bahkan tak jarang setelahnya aku jadi suka lagu itu hhahaha

Bagiku, karaoke bukan cuma bersenang-senang
Bukan cuma membagi rasa dengan teman
Tapi belajar
Belajar menghargai karya seseorang
Belajar mendengarkan apa yg didengarkan orang
Dan ternyata, belajar tentang dunia orang lain menyenangkan juga :)

Jadi, kau suka karaoke?
:)


Kamis, 16 Oktober 2014

Alasan

"Alasan apalagi kali ini?", tanyanya padaku dengan senyum menyeringai seperti biasanya.
Dan seperti biasa pula, hanya bisa kujawab dengan senyuman.

"Kenapa tak kau coba saja?", tantangku balik.
Ini bukan kebiasaanku bertanya balik padanya.

"Aku tak tahu bagaimana cara membuat alasan.", jawabnya cepat.
"Kau tahu?
Itu seperti….. memaksa sesuatu,  yg tak mau muncul, untuk hadir karena sebuah ego.”, jawabnya dengan terbata-bata.
Tapi aku tahu jawabannya mengandung suatu keyakinan dalam dirinya.
Dan justru itu yg membuatku tertantang untuk meladeninya.

"Cepat atau lambat kau pasti akan menggunakan berbagai alasan untuk bertahan hidup.
Manusia tak akan lepas dari alasan.
Karena hanya dengan alasanlah, manusia menemukan pembenaran.
Dan manusia, selalu butuh pembenaran akan dirinya sendiri.”, jawabku pasti.

Aku sendiri tak tahu darimana kudapatkan kata-kata itu.
Yang pasti setelah itu aku langsung bergegas pergi tanpa menunggu respon darinya.

Ini perbincangan terpanjangku dengannya. Padahal biasanya aku pasti meninggalkannya setelah pertanyaan pertamanya itu.
Tapi, mungkin sesekali bolehlah meninggalkannya dengan muka penuh tanda tanya seperti ini.


* terinspirasi dari perbincangan pagi dengan seorang teman yang merasa tak bisa membuat alasan

Rabu, 24 September 2014

Journey

What do you love the most about journey?
To find a new place?
To meet a new people?
To feel new experience?
No
That’s just some plus point about journey
If you ask me what i love the most about journey,
I’ll said…
The sense of searching
The tension of searching
The excitement from yourself about searching
It’s all about the journey itself :)
Then i can proud to say that
Journey is an art of seeking :)

17

17 selalu mengingatkan saya pada Bapak

Tanggal 17, setiap bulannya Bapak selalu mengajak saya untuk datang ke “tempat kerja”nya

Kadang saya menolak, karena malas
Tapi beberapa kali saya luluh juga

Ternyata sekarang saya justru merindukan masa itu
Masa ketika saya terpukau melihat grup drum band yg digawangi Bapak
Masa ketika saya bisa melihat upacara penurunan bendera 17 Agustus di dalam Gedung Grahadi, Surabaya
Masa ketika mendengar suara terompet Bapak di pagi hari

Dan sekarang saya harus puas dengan melihat upacara dari layar televisi
Sambil menelpon Bapak tentunya ;)


*ditulis pada 17 Agustus 2014 :)

Berubah

Menurutmu,
Mengapa manusia berubah?

Ingin menjadi manusia yg lebih baik?
Ingin membuktikan kebenaran teori adaptasi dimana yg bertahan hidup adalah orang yg pandai beradaptasi? yang berubah?

Bagaimana kalau soal prinsip?
Prinsip hidup?

Kau merasa kalau itu tidak benar
Tapi kau berubah
Untuk beradaptasi

Kau merasa kalau itu tidak nyaman
Tapi kau berubah
Untuk beradaptasi

Kau merasa kalau kau tidak suka
Tapi kau berubah
Pun untuk beradaptasi

Jadi,
mana perubahan yg kau maksudkan?

Perubahan untuk beradaptasi?

Jadi,
Manusia berubah,
Karena tak ingin terlihat berbeda dengan yang lain?
Atau
Manusia berubah,
Karena ingin dianggap berbeda dari yang lain?

Treasure

Ignore people who always questioning for your act
You don’t need them
Treasure people who’ll let you do what you wanna do
They know for sure you have a reason behind your act

Bosan


"Bagaimana kau memandang bosan?", tanyaku padanya

Dia menghela napas.
Mungkin sudah sering aku melontarkan pertanyaan-pertanyaan aneh padanya

Tak begitu lama setelah dia terdiam, dia mulai buka suara

"Bosan terjadi saat kau merasa kurang.
Saat kau merasa kurang menyukai sesuatu, dan kau harus tetap disana, lama kelamaan kau akan bosan.”

"Begitukah?", pikirku
"Bukankah itu hanya pelampiasan namanya?", tanyaku lagi

"Bosan juga akan timbul saat kau kurang bersyukur.
Kalau kau bersyukur, kau akan terus mengingat segala sesuatu yg terjadi padamu sampai detik ini, segala pencapaianmu.
Dan tak ada alasan untuk bosan.”

"Begitukah?"
"Kupikir di dunia ini tak ada orang yg tak bersyukur.
Kalau mereka tak bersyukur tak mungkin mereka melakukan rutinitasnya tiap hari.
Tak mungkin mereka mengingat penciptanya”, jawabku

"Lalu bagaimana denganmu?", tanyanya balik padaku
"Bagaimana kau memandang bosan?"

"Bagiku bosan adalah ketika kau tak membiarkan dirimu menikmati jeda."

"Begitukah?", tanyanya

"Saat kau memberikan jeda pada dirimu, pada rutinitasmu, yang sangat kau sukai, atau bahkan tak kau sukai sekalipun,
kau akan mencegah dirimu untuk merasa bosan.
Karena bosan itu manusiawi.”

"Bosankah kau padaku?", tanyanya yg tanpa pikir panjang itu sontak membuatku kaget

"Tidak."
"Karena kau membiarkanku memberikan jeda pada kita berdua.", jawabku pasti yang disambut dengan senyum di bibirnya

Revive

Somehow i miss my previous blog
Somehow i'm very lazy to write again
To feel the exicetement from writing
But
Somehow i knew for sure
That i can't quit writing