Selasa, 22 November 2011

Confeito

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Teens
Author:Windhy Puspitadewi
Review ini juga saya buat waktu saya SMA
Yahh berhubung suasananya sedang nostalgila, jadi ya cekidott :D

Sepertinya pengarang novel ini ingin menunjukkan kepada para pembaca bagaimana enaknya memiliki sahabat. Penulis bisa menyimpulkan hal ini karena dalam novel ini meskipun pada awalnya masing-masing sahabat ini memiliki rahasia, kelemahan ataupun masalah pribadi yang sepertinya tidak akan pernah terselesaikan sampai kapanpun, toh pada akhirnya mereka semua dapat menyelesaikan semua masalah mereka tanpa merubah persahabatan mereka ( bahkan memperkokoh! ).

Mereka adalah Hana, Leo, Ridwan, Seta, dan Angga.
Hana si cuek yang selalu beradu paham dengan sang Ayah, tapi ternyata bisa juga keluar sesuatu yang berguna dari mulutnya.
Leo si bijak tempat curhat teman-temannya yang menggunakan topeng pengidola Gibran, Gede Prama, dan Rabindranath Tagore sebagai perisai dirinya yang ingin dijadikan panutan seperti kakaknya yang menjadi biksu dan ternyata memendam rasa pada Hana.
Seta kutu buku jenius yang menganggap nilai ujian segalanya dan belajar adalah suatu keharusan yang ternyata pengidola Superman, Ridwan si playboy tajir pengidola cewek cantik yang mengaku ke-playboy-annya adalah strateginya untuk mendapatkan tulang rusuknya yang telah hilang ( baca: belahan jiwa ).
Angga yang bangga akan kejayusannya tapi telah dibutakan oleh cinta palsu Arin, cewek yang dipacarinya sejak 2 SMP.

Perbedaan ini ternyata bukanlah hambatan dalam menjalin persahabatan. Bahkan persahabatan mereka-lah yang membantu dalam penyelesaian berbagai masalah yang mereka hadapi.
Suatu ketika satu per satu kelemahan mereka masing-masing diketahui oleh para sahabat yang lain. Mereka mengira sahabat-sahabat mereka akan langsung meninggalkan mereka tanpa penjelasan yang sebenarnya.

Tapi takdir berkata lain, dan ternyata mereka memang ditakdirkan untuk menjadi sahabat. Persahabatan mereka makin kental. Apalagi bisa dibilang bahwa sekian persen penyelesaian masalah mereka adalah berkat persahabatan mereka itu sendiri. Agak hiperbolis memang, tapi itulah yang terjadi.

Diantara kelima tokoh yang ada di novel ini, pengarang ingin ada 1 tokoh yang nantinya menjembatani terselesaikannya masalah-masalah yang bercampur menjadi satu ini.
Dan itu adalah Hana, Hana memang diceritakan sebagai cewek yang cuek, secara fisik biasa saja ( kalau tidak mau dibilang tidak cantik ). Tapi meski begitu mungkin kita jadi tahu hal apa yang ingin disampaikan pengarang lewat novel ini.

Selain tentang persahabatan ( sudah pasti ), pengarang ingin menyampaikan pada kita para pembaca bahwa kita semua dibalik kekurangan kita, kita masih memilii kelebihan yang dapat mengimbangi kelemahan kita itu.

Meskipun akhir cerita ini membuat pembaca penasaran, karena memang tidak dijelaskan secara detail akan jadi seperti apa mereka kelak dan yang dicantumkan pengarang hanyalah impian-impian mereka dan bagaimana meraih impian itu. Tapi untuk seorang pemula, pengarang boleh diacungi jempol.

Kepawaiannya mengambil kutipan-kutipan yang terdapat di setiap chapter bisa dijadikan poin plus. Selain itu, keahlian pengarang dalam berkata-kata bisa dilihat dari tiap chapter yang ada di novel ini. Tiap chapter yang mewakili karakter mesing-masing tokoh, begitu mengena di hati pembaca.

Bagi pembaca sama sekali tidak rugi membaca novel ini. Selain bacaannya yang mudah dicerna, campuran 5 karakter berbeda, persahabatan, sedikit humor dan kata-kata bijak bisa membuat kita memahami dan lebih menghargai makna hidup.

GIE

Rating:★★★★
Category:Movies
Genre: Other
Agaknya cukup telat juga saya memposting review film ini
Gimana enggak, film ini diproduksi tahun 2005, tapi berhubung kemarin saya baru menontonnya lagi, saya jadi ingat dengan resensi yang saya buat 3 tahun yang lalu ini
Yah tepatnya "tugas resensi" hehhhe

Jadi reviewnya seperti ini : cekidott

Soe Hok Gie lahir tanggal 17 Desember 1942. Gie adalah orang yang gila membaca, dimanapun tempatnya dia pasti membaca. Sejak kecil Gie sudah berani mengutarakan pendapatnya dan dia tidak segan-segan melawan orang yang berbeda pandangan dengannya, termasuk gurunya. Dan karena itulah nilai Gie yang seharusnya baik jadi dikurangi. Dan yang lebih parah lagi, Gie tidak naik kelas.

Gie mulai menulis ketika SMU. Dan setelah itu dia seperti “keranjingan” menulis. Gie kuliah di jurusan Sejarah Fakultas Sastra UI dan Gie punya 3 sahabat yang selalu mendampingi dan mempercayainya. Mereka adalah Ira, Deni, dan Herman. Mereka menghabiskan waktu luang mereka untuk menonton film dam mendaki gunung. Ketika banyak partai yang masuk kampus untuk mencari anggota, Gie sama sekali tidak tertarik dengan partai-partai itu, contoh: GMNI, HMI, PMKRI. Gie berfikir kalau partai-partai itu memihak pada salah satu paham, karena Gie sendiri adalah orang yang tidak mau terikat dengan itu. Tapi ketika ditawari oleh Ben, pemimpin GMSOS untuk bergabung, Gie setuju. Sebenarnya Gie tidak langsung menerima tawaran tersebut, tapi ketika Herman Lantang dicalonkan menjadi Ketua Senat Gie menerima tawaran itu agar GMSOS membantunya dalam pencalonan Herman Lantang sabagai Ketua Senat yaitu dalam hal mencari pendukung dengan menyebarkan brosur. Dan akhirnya Herman Lantang terpilih sebagai Ketua Senat Fakultas Sastra UI. GMSOS juga membantu Gie ketika para mahasiswa UI berdemo di jalan untuk menjatuhkan Soekarno dan agar Soekarno mau membubarkan PKI..

Tahun 1963 Soekarno diangkat sebagai presiden seumur hidup. Gie pernah diundang bertemu dengan Soekarno sebagai anggota delegasi pemuda-pemuda yang setuju asimilasi untuk “minta restu”. Gie dan ketiga temannya itu sangat suka naik gunung. Karena kesenangannya itulah mereka berempat berinisiatif membentuk MAPALA-UI. Dan nama Mapala itu sendiri adalah ide dari Gie.


Januari 1966 Soekarno berpidato, dalam pidatonya itu Soekarno akan menaikkan harga BBM. Lalu pada Februari 1966 Soekarno berpidato lagi kalau harga BBM belum turun dan PKI tidak dibubarkan.

Gie bertemu dengan teman kecilnya, Han. Tapi ternyata Han adalah orang PKI. Gie sebenarnya sudah membujuk Han agar keluar dari PKI tapi Han tidak mau dengan alasan bibinya sedang sakit-sakitan dan dia sedang butuh uang untuk membiayai hidup mereka denga menjual pernak-pernik PKI. Selain itu Han tidak tahu harus pindah kemana dari “perkomplekan” PKI, tempat tinggalnya saat ini.

Gie akhirnya mengabdikan dirinya pada tempat yang mendidiknya, yaitu di UI sebagai dosen. Ira menjadi asisten dosen sejarah, Herman pergi ke Irian Jaya untuk meneruskan hobi panjat gunungnya ( tidak dijelaskan nasib Deny selanjutnya ). Meski menjadi dosen, Gie masih tetap menulis, bahkan tulisannya menjadi lebih berani lagi. Salah satunya adalah tulisannya tentang pembunuhan besar-besaran di Bali terhadap para pengikut PKI yang menewaskan 80000 orang, yang setelah diselidiki oleh Gie, Han menjadi salah satu korbannya. Puncak dari pikiran gila dan berani Gie yang disebabkan karena kesepian dirinya adalah tulisannya tentang kejelekan mahasiswa UI. Sejak saat itulah semua orang serasa menjauh darinya, menghilang dari pandangannya. Teman, pacar, murid, bahkan Ira sahabatnya serasa enggan untuk melihatnya.

Dalam pikiran yang penuh frustrasi itu Gie memutuskan untuk naik ke Gunung Semeru, gunung yang selam ini belum pernah dipanjati Gie. Sebelum berangkat Gie menulis surat kepada Herman agar mau menyusulnya ke Semeru. Di Semeru Gie menulis surat kepada Ira, sahabat sekaligus cinta sejatinya. Gie meninggal di Semeru tanpa diketahui dengan jelas apa penyebabnya. Gie meninggal di pangkuan Herman. Dan surat Gie untuk Ira disampaikan oleh Deni.

Inilah puisi terakhir Soe Hok Gie

Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkah,
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di wiraza,
Tapi aku ingin menghabiskan waktu ku disisi mu sayang ku….
Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah mandala wangi

Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di danang
Ada bayi-bayi yang lapar di Biafra
Tapi aku ingin mati disisi mu manisku

Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya
Tentang tujuan hidup yang tidak satu setan pun tahu
Mari sini sayangngku
Kalian yang pernah mesra Yang pernah baik dan simpati padaku
Tegaklah ke langit luas Atau awan yang menang

Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa

Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan
Yang kedua dilahirkan tapi mati muda
Dan yang tersial adalah berumur tua

Berbahagialah mereka yang mati muda
Mahluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada
Berbahagialah dalam ketiadaanmu


Tanggapan :
Ide Riri Riza untuk membuat suatu perbedaan di dunia perfilman Indonesia menurut saya cukup bagus. Apalagi film yang berbudget “wah” ini juga cukup bagus. Indonesia saat ini perlu mengenang kembali sosok manusia yang berani mengutarakan pendapat dan gigih mempertahankannya sperti Soe Hok Gie, mungkin itu yang ada dibenak Riri Riza sebelum membuat film ini. Menurut saya, pemuda-pemuda Indonesia sekarang ini harus meniru Soe Hok Gie dalam memberantas korupsi yang makin merajalela di Indonesia. Dalam membuat film tentang biografi seseorang, yang paling penting adalah bagaimana sang actor dapat menjadi tokoh yang diceritakan, dan menurut saya Nicholas Saputra sudah melakukan tugasnya dengan baik. Selain itu suasananya juga benar-benar terasa tahun 60-an. Tapi dibalik itu semua ada yang mengganjal pikiran saya, yaitu pada adegan demonstrasi mahasiswa UI. Padahal di adegan itu, para kru film dituntut untuk teliti, seperti dalam pemakaian jas almamater UI, mengumpulkan orang sebanyak mungkin dengan orang-orang yang berpotingan rambut seperti zaman itu. Tapi kenapa adegan itu muncul tidak sampai 1 menit padahal persiapannya sebegitu rumitnya. Ya saya hanya menyanyangkan itu saja. Tapi saya sangat senang bias menonton film GIE karena akhirnya saya tahu kalau Indonesia pernah punya sosok aktivis yang berani mengutarakan pendapatnya.

Hmm.. kinda nostalgic with high school X)